Hi fellas! Firstly first let me wish you a good day.
Gue baru sadar kalau di postingan terakhir yang berjudul "Aku Sudah Tamat SMA, Selanjutnya ke Mana?" status gue pada waktu itu betul-betul ngga jelas. Dibilang siswa, udah tamat. Dibilang mahasiswa, belum resmi. Dibilang sudah menikah, masih terlalu jauh. Tapi kalau sekarang gue udah resmi menjadi mahasiswa semester dua. Iya, masih maba. Masih culun.
Terlepas dari itu semua, gue mau bahas satu hal yang sangat wajar dialami oleh mahasiswa baru yang ingin meningkatkan soft skills melalui kepanitiaan dan organisasi = Menjadi bagian aktif dari berbagai macam kepanitiaan dan organisasi tingkat kampus.
As cliche as it is, gue saat ini ikut (lumayan) banyak kepanitiaan. Kepanitiaan-kepanitiaan yang saat ini gue handle ada tujuh. Ya, ngga bohong. Gue serius. Mungkin kalian bakal mikir:
"Wah, sungguh mahasiswa yang aktif!"
"Tujuh? Gimana nyusun prioritas kalau sebanyak itu?"
"Sepertinya setiap ada yang share unggahan yang judulnya Open Recruitment langsung diisi."
"Belaga sibuk lu, Zaenab."
Sebelum asumsi-asumsi kalian semakin liar, gue mau lurusin bahwa gue cuma pernah ngisi formulir pendaftaran kepanitiaan atas kemauan gue sendiri sebanyak dua kali. Sisanya diajak gabung.
Ketika lo ada di posisi gue, ditawarin buat menempati posisi tertentu di suatu kepanitiaan sebelum pendaftaran secara umum dibuka, how would you feel? Would you be proud? Happy? Worried?
Gue? Gue bakal ngerasa bahwa yang menawarkan gue tanggung jawab tertentu itu menganggap bahwa gue adalah orang yang memenuhi kriteria mereka. Sebagai manusia yang suka tantangan (dan kadang ngga enakan), kecil kemungkinan gue untuk menolak tawaran mereka (apabila tawarannya sesuai dengan passion gue atau hal yang belum pernah gue kerjakan sebelumnya). Selain itu yang gue jadikan pertimbangan adalah kesanggupan gue. Dengan menerima tanggungjawab G, apakah tanggungjawab di kepanitiaan atau kegiatan A, B, C, D, E, F akan terganggu? Disitu otak gue akan menyusun strategi-strategi yang membuat gue akhirnya mengiyakan tawaran jadi anggota kepanitiaan, lagi dan lagi.
![]() |
(Ini ekspresi gue di tahun 2020 ngebaca postingan ini lagi) |
"Terus gimana belajarnya? Tugas kuliahnya? Keganggu ngga?"
Tentang belajar dan tugas kuliah yang memang perlu diutamakan, selama ini ga pernah gue keluhkan. Sesibuk atau se-menyebalkan apapun bentuk dan wujud dari kepanitiaan yang gue ikuti, belajar dan tugas kuliah are on another higher level. Jadi begitu teman-teman, pendidikan tetaplah yang utama ya.
Khusus membahas tentang kepanitiaan yang saat ini gue ikuti tanpa melibatkan proses belajar gue di kampus, gue jadi sering dilema: Apakah dengan ketujuh panitia hasil ajakan dari orang-orang yang mempercayai kompetensi gue, artinya gue memang suka tantangan atau justru gue ngga realistis?
Oh iya just so you know, ketujuh kepanitiaan ini tanggal pelaksanaannya berada di bulan-bulan berbeda kok.
Balik ke dilematik gue tadi, jawabannya adalah tergantung bagaimana gue menyikapinya, dan bagaimana elu-elu pada menilainya itu udah ada di luar kendali gue.
Jujur aja gue ngga peduli orang akan berkomentar apa, apakah mereka nganggep gue ngga realistis, terlalu bersemangat merealisasikan ekspektasi-ekspektasi si pengajak, pengen jadi sibuk, atau bahkan ga sadar akan kemampuan diri sendiri, budak SKP, dan lain sebagainya. Serius gue ngga peduli.
Yang menjalani itu gue, yang yakin gue bisa, ya gue sendiri. Setidaknya dengan menerima ajakan-ajakan ini, gue bisa belajar gimana cara mempertanggungjawabkan apa yang udah gue terima sejak awal dan belajar berkomitmen sampai akhir acara kelar atau sampai ganti kepengurusan. Nah, inilah poin utama kenapa gue mau dan mudah untuk diajak gabung di suatu kepanitiaan ataupun menerima tanggungjawab tertentu.
Tentang soft skills, terlepas dari sistem-sistem kepanitiaan yang sebenarnya masih perlu di-upgrade menjadi sistem yang lebih baik, menjadi bagian dari kepanitiaan itu aja udah bisa meng-upgrade keterampilan halus lo yang mencakup manajemen emosi dan kemampuan bekerja bersama dengan sebuah tim, motivasi untuk berkomitmen, keberanian mengutarakan pendapat atau mengkritik, communication skill di mana lo ga mungkin diem melempem ketika melaksanakan tugas tanpa menjalin komunikasi dengan rekan panitia yang lain, dan social skill. Nah, ini semua ada di bawah kendali lo, jadi kalau lo pergunakan dengan baik, maka soft skills lo dalam kepanitiaan yang lo ikuti, pelan-pelan bakal meningkat.
"Gimana kalau seandainya orang yang mimpin lo ternyata kurang merangkul, terlalu otoriter, galak, dan ujung-ujungnya nyebelin? Soft skills lo akan meningkat atau malah stagnan?"
Kalau kata gue, sih, tetep.
Pemimpin yang nyebelin dan menurut lo kurang kompeten dan ga cocok jadi orang yang merintah lo, akan menguji bagaimana lo bersikap ketika lo berhadapan dengan dia sebagai anggota-koordinator, atau anggota-ketua, atau apapun itu yang tingkatannya bersifat vertikal atau tidak sejajar. Selain sikap, cara lo mengelola emosi juga akan dilatih, keberanian lo dalam mengkritik atau beradu pendapat dengan atasan juga akan diuji. Jadi, seburuk apapun nantinya kepanitiaan yang lo ikuti, soft skills lo akan meningkat (seiring lo belajar dari kesalahan diri sendiri, orang lain, kebijakan, dan setiap hal yang bisa dijadikan bahan pembelajaran). Tapi jangan mau terus-terusan ditindas ya, hehe. Keep your chin up!
"Terus, cara ngatur prioritas gimana?"
Ini subjektif, apa yang gue lakukan belum tentu fit di elo. Tipe orang dalam menyusun skala prioritas itu beda-beda. Ada yang harus membuat to do-list yang sangat terencana, ada yang pake mindmap, ada yang ngandelin ingatan dan peringatan dari orang lain. Macem-macem, deh. Gue sendiri suka bikin mindmap yang nantinya kalau ada kepanitiaan yang udah kelar, bakal gue centang setebel-tebelnya. Jadi, ada baiknya lo menemukan cara lo sendiri yang efektif dan works di elo. Semangat!
Setelah sharing tentang kepanitiaan dan cara gue secara personal dalam menghadapinya, mari kita jawab pertanyaan judul : Gabung kepanitiaan itu kemauan atau keharusan?
Jawabannya adalah, tergantung kebijakan di kampus lo, hehe.
Kampus gue nerapin sistem SKP (Satuan Kredit Partisipasi) yang (kebijakan untuk angkatan gue) harus dikumpulkan minimal 100 poin untuk syarat yudisium, tapi dibagi menjadi beberapa kluster, ada SKP kepanitiaan, SKP penelitian, SKP pengabdian masyarakat, dan SKP minat dan bakat. Kalau ngga salah ya. Anyway kalo lo mau gue bahas tentang SKP itu apa dan cara dapetinnya gimana, silahkan komen atau hubungi gue secara personal aja ya.
Karena kampus gue nerapin sistem SKP, jadi mau ga mau mahasiswa harus pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan. Sehingga kalau dibilang keharusan, ya bener juga, ngga salah.
Tapi kalau dibilang kemauan, bener juga. Karena tergantung elo juga. Lo bisa aja ngga ikut kepanitiaan sama sekali (dengan konsekuensi ngga boleh yudisium). Atau lo pengennya ikut cuma 2 kepanitiaan, semuanya ada di kuasa lo, kok.
Segitu aja ya, sharing pertama gue. Buat yang udah baca sampe sini, gue ucapin terima kasih banyak ya :'). Semoga terbantu atau setidaknya menghibur kalian. See you on #2 Mahasishare!
Xoxo,
Mahasiswa kura-kura.
College life is where so many foot try to take control my way, “you should join this to improve your softskill”, as if it’s the only reason to improve such softskills, well for me, my way comes from my foot. I think its better to first know what you really need and then think how you’ll get it ;D
BalasHapusThat’s true I agree, it’s 100% under our own control to choose which direction we are intending to go, noted!
Hapusnd about skp, fuk u
BalasHapusfuk u skp (2)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIni dia content creatornya. Bagoes akhirnya mulai nulis lagi nih.
BalasHapusHehehe, thank you so much Kak Bandoro! ;)
Hapus