"Fakta bahwa pada akhirnya kita semua akan mati, ternyata memaksa kita untuk menganggap bahwa hidup itu berarti."
Pertanyaan yang paling rentan untuk
bikin aku (dan mungkin sebagian orang) gelisah adalah: “Sebenernya aku hidup
tuh buat apa, sih?” “Apa tujuanku
dilahirin ke dunia?” Lalu diikuti dengan penilaian diri yang buruk: Merasa diri
kita ga ada apa-apanya, apalagi nganggep diri sebagai beban buat orang-orang di
sekitar kita. Lalu tiba-tiba kita sadar bahwa suatu saat nanti kita akan mati.
Ketika kita merenungi kematian, dan
di saat yang sama kita merasa bahwa kita adalah warga dunia yang ga berguna,
maka otak kita yang kompleks bakal menghasilkan emosi-emosi negatif sebagai
responnya. Kita jadi sedih, marah, kecewa, bahkan sampe benci sama diri
sendiri karena merasa belum punya pencapaian yang berarti. Emosi ini kemudian berpengaruh
ke suasana hati kita. Kadang bikin ga pengen makan padahal laper, kadang bikin pengen
rebahan aja seharian, kadang jadi males interaksi sama orang lain.
Dulu, kegiatan yang kurang sehat
ini cukup sering aku lakukan. Pemicunya sederhana, yaitu masa lalu dan masa
depan.
Taruh kata, aku baru aja ngalamin
suatu kejadian yang men-trigger memori-memori
burukku terdahulu. Makin lama jadi makin sedih, karena intensitas dalam
memaknai kenangan yang ga menyenangkan itu semakin dalam. Dengan perasaan cemas yang merajalela, tanpa sadar aku jadi lupa buat “hidup” di masa ini karena lebih memilih untuk menghabiskan waktu
berhargaku dengan mampir ke masa lalu.
Contoh lain, misalnya ketika kamu lagi asik scrolling linimasa Instagram, kamu ngga
sengaja ngeliat postingan temen kamu yang baru aja wisuda. Next scroll, kamu kaget ngeliat temenmu ternyata udah resepsi.
Karena kamu muak, kamu memutuskan untuk ngeliat stories aja. Pas buka, kamu ngeliat mutualmu akhirnya diterima kerja
di perusahaan ternama. Akhirnya kamu insecure,
merasa tertinggal. Yang lain sukses, kamu seolah-olah cuma jalan di tempat. “Bakal jadi
apa aku nanti kalo begini terus?!” Gumam kamu dalam hati. Waktumu dalam sehari
jadi terkuras gara-gara mencemaskan masa depan.
Aku bersyukur karena saat ini
ketika aku menulis, aku belum pernah lagi menjebak diri di fase itu (semoga
tidak pernah lagi karena sangat energy-draining, melelahkan). Aku sadar bahwa kita emang bisa milih
mau menghabiskan waktu untuk menyesali masa lalu, mengkhawatirkan masa depan,
atau ya hidup aja di masa sekarang. Ya jelas aku memilih opsi terakhir.
Pilihan untuk hidup di saat ini memang
tidak semudah yang dikatakan. Tapi kalau udah ada niat, sok atuh dilakukan.
Sebenarnya, ada banyak cara untuk mencoba benar-benar hidup di masa sekarang. Aku pribadi memilih mindfulness untuk bantu aku ngewujudin hal itu.
Mindfulness itu apa, sih?
Sederhananya, mindfulness adalah proses memusatkan fokus dan perhatian kita ketika melakukan aktivitas tertentu tanpa adanya penilaian atau penolakan. Dilansir dari artikel yang berjudul "What is Mindfulness?" pada website www.mindful.org, mindfulness diartikan sebagai kemampuan dasar manusia untuk benar-benar hadir dan sadar secara penuh dengan apa yang sedang kita lakukan serta pikirkan.
Kedengarannya abstrak, ya. Tapi keep in mind bahwa kunci dari mindfulness adalah keterbukaan dan fleksibilitas,
karena dua hal ini memudahkan proses penerimaan.
Dengan kata lain, kita bisa mengendalikan diri agar tidak terlalu reaktif
dan terombang-ambing dengan apa yang sedang terjadi di sekitar kita.
Aw, berat banget ya bahasanya.
Mindfulness ini boleh aja disebut kemampuan dasar, tapi
sedasar-dasarnya mindfulness, kita tetep
perlu rajin latihan supaya terbiasa. Kenapa? Karena sejak zaman milenial sampai
generasi Z, kita udah terpapar istilah multitasking
alias ngelakuin lebih dari satu kegiatan dalam satu waktu. Mungkin tujuannya ingin lebih efisien, mengerjakan sebanyak-banyaknya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tapi, penerapan multitasking ini sebetulnya ngga bagus karena kita sering menaruh perhatian setengah-setengah ke setiap hal yang lagi kita lakuin. Perhatian dan fokus kita aja udah setengah, gimana mau mendapat hasil yang maksimal?
Tapi, hanya karena aku tahu kalau multitasking tuh ga bagus, bukan berarti aku ga pernah ngelakuin. Sering banget malah. Misalnya makan sambil nonton atau baca buku sambil texting. Semenjak sadar bahwa kebiasaan ini buruk, aku lagi belajar untuk ngurangin multitasking. Aku pun mulai lebih banyak nyoba nerapin antidotnya, yaitu monotasking (fokus mengerjakan satu kegiatan aja). Kalo baca buku, ya udah ponselnya di-off dulu. Kalo mau makan, ya udah makan aja, ngga usah sambil nonton Brooklyn Nine-Nine. Selain jadi ngga mindful, ada potensi tersedak juga karena ini serial komedi. Lebih lengkapnya, silakan gunakan menit-menit berharga kamu untuk nonton video dari Greatmind.id tentang monotasking di bawah ini:
On Marissa's Mind: Monotasking
Sebelum lanjut, ada satu video lagi yang perlu kamu tonton:
On Marissa's Mind: Mindfulness
Selain monotasking, ada kegiatan lain yang aku lakukan untuk melatih mindfulness, yaitu dengan meditasi duduk. Dalam penerapannya, aku dibantu oleh aplikasi Headspace untuk memetakan perjalananku menuju hidup yang lebih tenang. Headspace membimbingku dari dasar, mulai dari
fokus ke nafas sampai body scanning.
Sekarang aku udah masuk ke basics 2 and
still going. Meskipun masih ada hari di mana aku ga meditasi atau bisa
dikatakan belum rutin banget setiap hari, tapi manfaatnya udah kerasa.
Salah satu benefit-nya, aku jadi makin terlatih untuk ngendaliin
responku terhadap hal-hal yang memainkan emosi. Ini karena mindfulness ngajarin aku untuk ngga menyangkal perasaan-perasaan
yang muncul sebagai reaksi dari kejadian-kejadian tertentu. Misalnya ketika ada
tuntutan organisasi kampus yang ga masuk akal dan bikin kesel, aku bisa ngomong
ke diri sendiri “Oke, saat ini aku lagi marah karena alasan A. Kemarahanku ini
wajar muncul, kok. Jadi gapapa, terima aja dulu.” Setelah memvalidasi emosi
sendiri, selanjutnya aku mikirin hal apa yang pantas dan ga pantas dilakukan untuk menindaklanjuti reaksiku tadi.
Aku sangat merekomendasikan
Headspace untuk kamu yang pengen mulai meditasi tapi bingung harus mulai dari mana
dan bagaimana. Andy Puddicombe dan mindfulness
guru lainnya dari Headspace bakal nge-guide
kamu perlahan dan pastinya dengan cara yang bikin kamu nyaman.
I swear, meditation will be a great journey if you’re willing to do it. Tapi kalau
kamu belum siap, jangan diburu-buru atau dipaksain juga ya. Just let your mind and body decide when and
how you’re gonna begin meditating.
That’s all about living here and now.
Netflix Recommendation:
Welcome, Everything Is Fine.
Credit: https://thegoodplace.fandom.com |
N/B: Tenang, ga ada spoiler.
Karena di awal aku bahas tentang kematian, aku punya rekomendasi series yang menarik banget, nih. Judulnya The Good Place. Series bergenre komedi-fantasi yang terdiri dari 4 seasons ini bertemakan kehidupan setelah kematian (the afterlife). Selain menghibur, series ini juga sarat akan nilai-nilai filosofis, khususnya berkaitan dengan moral dan etika. Di series ini kita akan ikut mempertanyakan, "Orang baik itu orang yang kaya gimana sih?" "Apa yang bikin orang memutuskan untuk jadi orang baik atau jahat?" "Standar penilaian moral ini siapa yang bikin?" "Siapa yang nentuin mana perilaku yang etis dan mana yang ga etis?" Dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya.
Aku sendiri sangat puas nonton
serial ini. Forkin' amazing! Aku kasih nilai 10/10 karena Michael Schur bisa nyatuin komedi dan
filosofi dengan cara yang sangat kreatif! Aku tahu itu ngga mudah, pasti butuh proses berpikir dan diskusi yang alot. Pengembangan karakternya juga
digambarkan sangat baik dan kita jadi gampang relate sama mereka.
Akhir kata, hidup tuh emang serius tapi jangan serius-serius mulu lah. Santai aja.
Akupun merasakan hal yang sama, banyak kegiatan yang aku tunda perkara memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Dan, itupun sangat menguras tenaga. Aku tau itu capek, tapi aku lakukan berulang-ulang -_-
BalasHapusHmm I see. Aku juga gitu dulu, gapapa terima dulu aja. Mungkin ketika kamu ada di fase itu lagi, coba bawa ke kesadaran, semisal "oke aku lagi mencemaskan sesuatu yang belum kejadian, tapi saat ini aku baik-baik aja." Perlahan-lahan semoga bisa ngontrol pikiran sendiri. Semangat!! We're in this together ^^
HapusSo cool 🤍
BalasHapuswaaa thank youuu! ^^
HapusSo cool 🤍
BalasHapuswogh, postingan kmu bikin kkak inget lagi sama 'mindfulness' , yang sempet hilang/kabur ditengah keseharian kkak belakangan ini :v
BalasHapusketika kkak baca->
"Akhir kata, hidup tuh emang serius tapi jangan serius-serius mulu lah. Santai aja."
Then.. me to myself:
Inget bor.. menghidupi kehidupannya jangan tarlalu napsu yak.. berdasarkan data statistik harapan hidup orang indonesia kurang lebih 71 tahun, saia aja belom sepertiga nya, santuy jak hohoho~
as always, hope you well and things get better for u indii..
Wah seneng dengernya, semoga mindfulness yang sempet kabur jadi balik lagi ya kak.
Hapusiyaa nih, hidup udah berat jadi musti diselipin candaan biar ga beban hahaha. Thank you, have a great day and happy weekend Kak Michael! Take care ^^
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus